17 Tahun Bawaslu: Menyusuri Jejak dari Pengawas Pemilu hingga Pilar Demokrasi

  • Bagikan

Di tengah hiruk-pikuk pesta demokrasi dari gegap gempita kampanye hingga hingar-bingar penghitungan suara, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) bekerja dengan penuh kesabaran dan keteguhan.

Pada 9 April 2025, Bawaslu merayakan ulang tahun ke-17, menandai perjalanan panjangnya sebagai penjaga integritas pemilu Indonesia. Lembaga ini lahir pada 9 April 2008, tumbuh dari sekadar pengawas teknis menjadi pilar utama demokrasi elektoral di Tanah Air.

Awalnya, Bawaslu hanya berfokus pada pengawasan administratif dan pemberantasan politik uang. Dalam Pemilu 2009, statusnya sebagai lembaga permanen belum sepenuhnya diakui, dengan sumber daya terbatas dan sering dianggap sebagai “pengawas musiman”. 

Namun, Pemilu 2014 menjadi titik balik. Di era digital yang kian berkembang, Bawaslu mulai memperluas perannya tak hanya sebagai pengawas, tetapi juga pendidik, guna meningkatkan kesadaran masyarakat akan hak politik mereka.

Tantangan kian berat pada Pemilu 2019, ketika hoaks dan polarisasi di media sosial mengancam kredibilitas pemilu. Bawaslu merespons dengan memperkuat fungsi preventif, berkolaborasi dengan masyarakat sipil dan media untuk memerangi misinformasi. 

Tingkat partisipasi pemilih yang mencapai 81% (menurut data KPU) tidak lepas dari peran Bawaslu dalam memastikan proses pemilu yang adil dan transparan.

Bawaslu Kabupaten Aceh Selatan berhasil menjalankan pengawasan Pemilu Presiden dan Legislatif dengan baik. Mereka memastikan proses pemilu berjalan lancar, adil, dan transparan. 

Keberhasilan ini memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi dan membuktikan bahwa pengawasan pemilu yang efektif bisa dilakukan di tingkat daerah.

Kini, di usia ke-17, Bawaslu menghadapi tantangan baru: pemilu di era digital yang sarat dengan ancaman disinformasi dan intervensi asing. 

Lembaga ini tak hanya aktif mengawasi, tetapi juga gencar menyosialisasikan literasi demokrasi ke sekolah-sekolah dan komunitas, menegaskan bahwa pemilu yang adil adalah tanggung jawab bersama.

Meski apatisme politik dan oligarki masih menjadi tantangan, Bawaslu terus berinovasi dengan memanfaatkan teknologi dan memperluas pengawasan partisipatif.

Laporan tahun 2024 mencatat ribuan relawan, termasuk di Aceh Selatan, turut serta dalam memantau jalannya pemilu, membuktikan bahwa pengawasan demokrasi bukan hanya tugas negara, tetapi juga rakyat.

Selamat ulang tahun ke-17, Bawaslu. Teruslah mengawal demokrasi dengan keteguhan, langkah demi langkah, menuju pemilu yang lebih adil dan bermartabat.(*)

Deri Friadi  (Ketua Bawaslu Kab.Aceh Selatan)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *