Program Pokok Pikiran (Pokir) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) seharusnya menjadi Instrument penting dalam menyalurkan aspirasi masyarakat.
Namun, berbagai kasus di tahun-tahun sebelumnya menunjukkan bahwa pengelolaan Pokir Dewan kerap diwarnai dengan dugaan penyimpangan, minimnya transparansi, dan praktik yang jauh dari asas kepentingan publik.
Rekam jejak masalah Pokir dalam beberapa kasus yang mencuat dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan pola yang berulang dalam pengelolaan Pokir DPRA.
Sebut saja, dugaan penyalahgunaan dana Pokir tahun 2023 yang disoroti oleh Aliansi Peduli Rakyat Aceh (Aprah), hingga proyek jalan tani di Trumon Tengah Aceh selatan yang diduga tidak sesuai spesifikasi teknis.
Praktik “ijon” dana Pokir juga muncul dalam bentuk proyek sosialisasi pariwisata yang melibatkan anggota DPRA, di mana anggaran diduga diperjualbelikan sebelum kegiatan berjalan.
Kasus lain seperti proyek pengaspalan di Bireuen yang dikerjakan asal-asalan serta dugaan korupsi dana hibah di Badan Reintegrasi Aceh (BRA) semakin menambah daftar panjang persoalan dalam mekanisme pengelolaan Pokir.
Bahkan, kritik dari berbagai pihak terhadap kurangnya transparansi masih belum ditanggapi dengan perubahan nyata oleh para pemangku kepentingan di Aceh saat ini.
Selain itu, beberapa kasus yang berkaitan langsung dengan program Bantuan Rumah Layak Huni (RLH) yang bersumber dari Pokir Dewan juga telah memasuki ranah hukum.
Misalnya, kasus dugaan korupsi bantuan RLH di Aceh Tenggara – Pada Desember 2023, Kejari Aceh Tenggara menetapkan tersangka baru dalam dugaan korupsi bantuan rumah bagi masyarakat kurang mampu tahun 2021.
Begitupun, mantan Kepala Baitul Mal Aceh Tenggara sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka, dengan penyidik telah memeriksa lebih dari 30 saksi.
Kemudian, penundaan pemanfaatan rumah akibat upah tukang belum dibayar pada tahun 2022, sebuah rumah bantuan dari Pokir Wakil Ketua DPRA di Abdya tidak bisa ditempati karena upah tukang belum dilunasi oleh rekanan. Akibatnya, tukang menyita kunci rumah hingga pembayaran diselesaikan.
Lalu, dugaan pungutan oiar dalam Bantuan RLH pada tahun 2020, beredar kabar pungutan liar terhadap penerima bantuan RLH di Aceh Tenggara dan Gayo Lues.
Anggota DPRA Yahdi Hasan meminta warga yang mengalami pungli untuk melaporkan kepada penegak hukum.
Urgensi Perubahan dalam Pengelolaan Pokir
Tahun anggaran 2025 sudah di depan mata, dan tanpa adanya langkah konkret, potensi penyimpangan serupa dapat kembali terjadi.
Oleh karena itu, perlu ada upaya serius dalam memastikan bahwa program Pokir Dewan benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat Aceh dan tidak lagi menjadi ajang bagi oknum tertentu untuk mencari keuntungan pribadi.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah penyimpangan dalam pengelolaan Pokir DPRA antara lain:
1. Publikasi Terbuka Data Pokir
Setiap anggota DPRA wajib mengumumkan daftar lengkap program Pokir yang mereka usulkan.
Kemudian, masyarakat diberikan akses terhadap rincian program, anggaran, serta pelaksana proyek agar dapat melakukan pengawasan secara langsung.
2. Memastikan Seleksi Program Berdasarkan Kebutuhan Riil Masyarakat
Pengusulan Pokir harus berbasis data dan analisis kebutuhan masyarakat, bukan sekadar kepentingan politik.
Lalu, peran masyarakat dalam menyampaikan aspirasi harus lebih diperkuat melalui forum-forum musyawarah yang melibatkan berbagai elemen, bukan hanya dalam reses formal anggota dewan.
3. Pengawasan Ketat dari Lembaga Independen
Inspektorat, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan lembaga anti-korupsi perlu lebih aktif dalam melakukan audit dan investigasi terhadap program Pokir yang berpotensi bermasalah.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta media juga harus terus mengawal proses ini dengan melakukan investigasi dan publikasi atas dugaan penyimpangan.
4. Sosialisasi dan Publikasi Program Pokir Dewan oleh Pemerintah Aceh
Setiap program usulan atau Pokir Dewan yang dititipkan di Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) harus disosialisasikan secara terbuka.
Publikasi harus dilakukan melalui media umum dan website resmi instansi terkait agar masyarakat dapat mengetahui serta mengawasi realisasi program tersebut.
5. Sanksi Tegas bagi Penyalahgunaan Dana Pokir
Jika ditemukan adanya penyalahgunaan anggaran Pokir, harus ada konsekuensi hukum yang jelas, termasuk pencabutan hak politik bagi anggota DPRA yang terbukti terlibat.
Aparat penegak hukum perlu bertindak lebih proaktif dalam mengusut kasus yang selama ini terjadi dan memberikan efek jera.
Kemudian, mewujudkan Pengelolaan Pokir yang Bersih dan Transparan
Jika Pokir dikelola dengan baik, program ini sebenarnya dapat menjadi salah satu instrumen efektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Aceh.
Namun, tanpa adanya reformasi dalam system pengusulan, pelaksanaan, dan pengawasan, maka Pokir Dewan hanya akan menjadi celah bagi praktik koruptif yang terus berulang.
Masyarakat Aceh harus terus mengawal dan mengawasi setiap program Pokir Dewan yang diusulkan di tahun anggaran 2025 ini.
Pemerintah Daerah, DPRA, dan semua pihak yang terlibat harus bertanggung jawab untuk memastikan bahwa anggaran yang digunakan benar-benar untuk kepentingan public, bukan kepentingan segelintir orang.
Saatnya kita semua bergerak untuk mewujudkan Aceh yang lebih transparan, bersih, dan berintegritas.(*)
ALI ZAMZAMI (Pimpinan FORMAKI)