Banda Aceh | SaranNews – Nasib tenaga honorer kembali menjadi sorotan di tengah kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah. Kebijakan efisiensi anggaran seharusnya tidak menjadikan tenaga honorer sebagai korban.
Pemerintah perlu memastikan bahwa mereka yang belum mendapatkan formasi tetap mendapatkan haknya, terutama dalam hal penggajian.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf, menegaskan bahwa tidak boleh ada tenaga honorer yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) hanya karena alasan efisiensi anggaran.
Menurutnya, hingga saat ini belum ada data pasti mengenai jumlah tenaga honorer yang terdampak kebijakan ini.
Namun, dampak pemotongan anggaran terhadap tenaga honorer harus menjadi perhatian utama pemerintah,terutama karena kebijakan ini diterapkan menjelang bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.
Dede Yusuf mengingatkan bahwa banyak tenaga honorer yang sebelumya sudah melepaskan pekerjaan lamanya untuk mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Namun, karena belum mendapatkan formasi, mereka kini berada dalam posisi yang tidak pasti.
” Saudara kita ini yang saat honorer kemarin lepas dari posisinya di tempat gara-gara ikut PPPK, tiba-tiba sekarang belum dapat formasi dan efesiensi memotong pendapatan mereka ditengah mau Ramadhan dan Lebaran.Menurut hemat kami, pemerintah harus benar-benar memprioritaskan gaji, jadi jangan sampai gaji itu hilang” ujar Dede Yusuf dikutip dari TVR pada Selasa 18 Februari 2025.
Dede juga menambahkan, bahwa jika memang proses penempatan formasi masih berlangsung, tenaga honorer tidak boleh dirugikan akibat kebijakan ini.
“Kalau dalam prosesnya, formasi masih menunggu dan sebagainya, itu kita anggap bagian dari proses. Tetapi, jangan sampai ada honorer yang sudah tidak dapat gaji, malah terkena pemotongan” tegasnya.
Sebagai solusi, Dede Yusuf mengusulkan agar pemerintah menerapkan skema work from home (WFH) bagi tenaga honorer daripada harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Menurutnya, WFH bisa menjadi alternatif yang lebih manusiawi dibandingkan harus menghilangkan sumber penghasilan tenaga honorer yang sudah mengabdi bertahun-tahun.
Di sisi lain, ia juga mengingatkan bahwa tidak semua daerah membuka formasi PPPK, sehingga tenaga honorer yang belum mendapatkan kepastian formasi harus tetap mendapatkan perhatian dan hak mereka.
“Daerah kan tidak semuanya juga yag membuka formasi dan ini sudah diberikan teguran-teguran. Tetapi kalau konteksnya jangan sampai ada honorer yang sudah tidak dapat gaji, malah terkena pemotongan,” pungkasnya.***
Sumber : Klik.Pendidikan